Semarang, 30 September 2013
8:28 PM
Sebelumnya aku ingin mengucapkan
Happy Wedding untuk mbakku yang belum pernah kutemui dan kulihat wajahnya, mbak
Vera Psikologi angkatan 2010 dan suami ^^ Barokallahulakuma wabarak’alaikuma
wajama’a baynakuma fi khoir, semoga bisa membangun madrasah pendidikan yang
sakinah, mawaddah, wa rahmah
Sore
ini sepulang dari kampus, kami semua berkumpul di ruang tengah. Melepas penat,
berbagi cerita. Dari beragam pengalaman kami hari ini, sebuah kisah cinta dua
orang manusia yang diceritakan oleh salah seorang mbak yang turut menghadiri
pernikahannya membuatku tertarik. Akunya, pernikahan yang digelar di kota
Jakarta itu sangat indah, banyak tamu yang hadir, dan dipenuhi suka cita.
Wajar. Namanya juga pernikahan J
Tak
hanya disitu, keindahannya juga terletak dari sejarah perjumpaan mereka.
Bagaimana awal pertemuan, bagaimana cara hingga bisa melamar, lalu hal-hal tak
terduga apa yang sebenarnya pernah bahkan sering menghubungkan mereka namun tak
disadari oleh satu sama lain. Aku menyimak dengan seksama. Begitupun yang lain
(terutama yang sudah berada di semester akhir tentunya :p ).
Ceritanya
tidak akan kuceritakan disini karena aku
sendiri belum pernah membaca atau mendengar langsung dari sang mempelai. Intinya,
dari secuil kisah itu, aku mendapat sebuah pencerahan. Terlepas dari apa yang
sebenarnya terjadi di belakang (behind the scene yang tak terceritakan), aku
menganggap bahwa apa yang terjadi diantara mereka hingga akhirnya menikah
adalah suatu ke’ideal’an. Suatu proses yang semestinya dalam islam. Dan akupun
(yang selama ini bingung dan agak tidak percaya) akhirnya percaya bahwa
ternyata ada loh pasangan yang benar-benar lurus dalam menjalani prosesnya.
Subhanallah…
Sementara
itu, setelah semua orang bubar, aku dan mbakku mengadakan sebuah diskusi kecil
di kamar kami. Beliau yang baru saja lulus dari universitas tempat kami
berproses memang sudah pernah dikhitbah oleh seseorang dan saat ini sedang
dalam masa “rawan” karena tuntutan dari orangtuanya. Aku mengutarakan rasa
kagumku pada mbakku. Rasa kagum setelah mendengar kisah proses suci itu. Dengan
tenang, mbakku ini memberikan sebuah cerita. Dimana kisah ini adalah juga
nyata. Dialami oleh sebuah keluarga kyai di daerah tempatnya berasal. Cerita yang
hamper sama. Sama-sama mengenai keajaiban suatu proses pernikahan. Dialami oleh
empat orang bersaudara yang akhirnya menikah dengan orang yang sama sekali
belum pernah dikenalnya. Mbakku berpesan, bahwa pada intinya kita hanya harus
menanamkan rasa tsiqah. Percaya dengan setulus hati pada orang-orang yang akan
menjadi perantara diri kita dengan si “dia”. Percaya bahwa jodoh Allah untuk
kita pasti ada dan akan datang dengan cara yang telah disediakan Allah untuk
kita.
Yang hanya perlu kita lakukan adalah memperbaiki diri. Terus
memperbaiki diri dan mendasarkan setiap perbuatan kita untuk ibadah kepada
Allah. Subhanallah…
Pesan
yang menggetarkan hati…
Berapa
banyak diluar sana orang-orang yang pada akhirnya hidup bahagia tanpa pacaran?
Berapa
banyak diluar sana orang-orang sholeh yang mendapat pasangan terbaiknya tanpa
pernah bertemu sebelumnya?
Berapa
banyak diluar sana orang-orang yang tak pernah menduga akan waktu, dan cara
jodohnya datang?
Pun ada
berapa banyak orang diluar sana yang mengalami kegagalan berumah tangga padahal
sudah bertahun-tahun pacaran?
Berapa
banyak orang yang bahkan gagal mendapat hadiah “lamaran” dari sang kekasih
hati?
Masya
Allah…
Sudahlah.
Perbaiki diri masing-masing saja… biar Allah yang memerlihatkan kelebihan kita
pada orang yang tepat itu. Biar Allah yang memilihkan jodoh untuk kita..
Biarkan tangan Allah yang bekerja J